ALIANSI Mahasiswa Peduli Penegakan Hukum (AMPPH) Kalimantan Timur meminta gubernur Kaltim terpilih untuk menyikapi dengan tegas terkait kewajiban reklamasi. Mengingat, izin usaha PKP2B PT Berau Coal sudah hampir memasuki masa akhir di Kecamatan Gunung Tabur, Kabupaten Berau.
Berdasarkan Informasi dihimpun AMPPH Kaltim, konsesi area kerja PT Berau Coal sangat membahayakan masa depan Kalimantan Timur serta pemukiman masyarakat di area Sungai Segah dan lubang tambang belum direklamasi. Sehingga mendorong Pemerintah Provinsi (Pemprov) Kaltim untuk mengambil sikap tegas terhadap perusahaan pertambangan batu bara tersebut.
Aliansi Mahasiswa Peduli Penegakan Hukum Kaltim, Kasdiansyah menegaskan, ini merupakan bentuk dari kurangnya ketegasan pengawasan pemerintah pusat dan pemerintah provinsi yang terkesan menutup mata dalam mengawasi aktivitas perusahaan.
“Sangat miris melihat aktivitas tambang PT Berau Coal ini. Patut dipertanyakan SOP dan Amdalnya,” katanya.
Dirinya berharap, izin perusahaan dievaluasi serius oleh pemerintah pusat, karena diketahui reklamasi pasca tambang merupakan kegiatan yang wajib dilakukan perusahaan.
Dan apabila gubernur Kaltim tidak merespon hal tersebut, pihaknya bakal menggelar aksi demontrasi menuntut kewajiban perusahaan PT Berau Coal untuk melakukan reklamasi dan mendesak pemerintah pusat menolak perpanjangan izin PKP2B PT Berau Coal.
“Kita minta sikap tegas pemerintah pusat dan gubernur untuk merespon kewajiban PT Berau Coal ini,” tuturnya.
Pun dengan pemerintah daerah merupakan perpanjangan tangan dari pemerintah pusat. Sehingga perlu mengambil sikap tegas terhadap persoalan ini. Begitu banyak lubang bekas tambang yang belum direklamasi oleh perusahaan, serta jarak aktivitas pertambangan dan Sungai Segah tidak sampai 500 meter.
“Sangat berbahaya untuk keberlangsungan ekosistem di sekitar sungai. Kami menduga kegiatan penambangan di luar SOP dan Amdal perusahaan,” bebernya.
Dia menambahkan, masyarakat memiliki kewajiban untuk mengkritisi hal tersebut karena akan berakibat fatal apabila ini dibiarkan. “Kita lihat sendiri desakan masyarakat sipil begitu mudah diabaikan dan bahkan pemerintah daerah tidak peduli dengan soal ini,” tandasnya. (*)